“Kukuruyuk²” suara Ayam yang kudengar saling bersahut-sahutan, menjadi pertanda bahwa pagi hari telah muncul sempurna. Namaku Atong Firdaus, panggil saja Atong. bocah 13 tahun yang bersekolah di SMP Tunas Bangsa. Seperti hari-hari biasanya, pagi ini aku pergi berangkat ke sekolah. Jarak dari tempat tinggalku ke sekolah tidak terlalu jauh, hanya sekitar 20 langkah kaki. Sebelum berangkat ke sekolah, tak lupa aku menyalami kedua orang tuaku, karena aku pernah membaca di buku kalau ridho Allah ada pada ridho kedua orang tua kita.
Saat berjalan ke sekolah, banyak warga kampung yang kukenal sedang beraktivitas, Pak Beni sedang menarik becak, Bi Atin sedang berjualan nasi bungkus, “dok-dok-dok” suara dari Om Ari yang sedang memotong Ayam di usaha ayam potong nya, kebetulan aku juga bertemu Pak Haji Karim, beliau bilang “Semoga sekolahnya lancar ya tong”, “Aamiin iya pak haji, terimakasih” sahutku sambil menyalaminya.
Di perjalanan, aku bertemu dengan kumpulan geng para preman sekolah, sebut saja pentolan, yaitu Fajar dan kawan-kawannya, mereka menghadangku dan memalak-ku. Pemandangan seperti ini, sudah biasa bagi diriku yang sering dianggap kudet dan culun oleh kebanyakan orang. Tanpa menghiraukan sepatah katapun, aku segera pergi melanjutkan perjalanan ke sekolah yang sudah ada diujung jalan.
Belajar, belajar dan belajar, hal yang pasti menjadi ciri dari seorang pelajar. Bel jam pertama berbunyi, “Anak-anak, buka buku MTK Kalian, kita bahas materi kesebangunan dan kekongruenan, setelah itu buka HP kalian, ibu akan kasih evaluasi bab 3” perintah Bu Rita, guru MTK yang merupakan guru favorit di SMP Tunas Bangsa, juga termasuk salah satu guru paling rajin di sekolah. Aku baru ingat perintah nya “buka HP kalian”, aku hanya melongo terdiam, dimana saat ini aku memang tidak punya hp, keluarga kami hanyalah keluarga biasa, berbeda jauh dengan keluarga teman-teman ku di sekolah. “Bu saya tidak punya HP” jawabku. Bu Rita mengalihkan perhatian nya kepada ku, seraya berkata “yasudah kamu saya beri soal lewat buku, Minggu depan segera beli hp ya”. Aku hanya mengangguk Lesu, membayangkan banyaknya orang-orang yang memakai hp untuk beraktivitas, sekolah, bekerja, dll. Sedangkan aku jangankan beli hp, untuk makan saja masih kurang. Tapi waktu itu, ibuku pernah berkata “Kalau kamu masih bisa belajar pakai buku, ya dipakai saja bukunya. Insyaallah nanti pasti ada waktunya kamu bisa beli hp” saat itu aku termotivasi bahwa buku masih bisa dipakai, selamanya, tapi suatu saat kita nanti juga pasti akan membutuhkan internet untuk keperluan kita.
Nanda, teman atau bahkan bisa juga disebut BESTie-ku di sekolah. Dia itu anak yang rajin, pintar, mmm… lumayan cantik juga. Kemana-mana, jika tidak bersamanya hari-hari ku pasti tak akan lengkap. “Hei Atong, kemana saja kamu? Aku cari-cari di kelas kok gak ada!” katanya pada jam istirahat pertama. “Aku tadi jajan ke kantin belakang” jawabku. Lalu kami duduk di sebuah gazebo yang tak jauh dari kelas. Sebagai generasi Islami, kami tetap menjaga jarak. Sambil makan jajan dan minum teh, kami saling bertukar cerita dan kadang juga membahas pelajaran sekolah.
Di sela-sela percakapan, aku bertanya kepadanya, “Nanda, apakah aku ini kelihatan culun menurutmu??”. Nanda diam, sepertinya sedang memikirkan sesuatu. “Mmm… aku rasa tidak, memangnya ada apa tong? Apa kamu masih teringat dgn masa lalumu dulu?” jawabnya. Nanda adalah teman masa kecilku saat SD dulu, tentu saja dia tahu masa laluku.
Flashback – Nanda
SD Harapan Bangsa, 2015. Terlihat seorang anak yang lumayan tinggi. Sedang menikmati es krim yang aku beri dengan santainya. Dia cowok yang memakai kacamata, rambut ikal dan lumayan tampan. Atong namanya, Dia juga adalah murid yang rajin dan pintar sepertiku. Saat jam istirahat tiba, aku perhatikan dia, sejak dia masuk sekolah pertama kali, tak pernah sedikitpun aku lihat dia keluar dari kursinya. Sepertinya ada lem di pantatnya. Tetapi di bangkunya, banyak karya-karya puisi, cerita, dan kisah-kisah yang ia tulis campur sesuai dengan perasaan nya. Hmm… Biarkan sajalah.
Esok harinya, saat aku tiba di depan kelas, aku terkejut karena ada banyak anak yang berkerumun disana. Aku melihat Atong sedang berada ditengah kerumunan, sedang di baku hantami oleh Fajar, Ya. Fajar, murid kesayangan guru BK. Banyak kasus yang telah ia perbuat sampai ia terkenal dengan julukan pentolan di sekolah. “Hei Culun!” seru Fajar sambil menunjuk ke arah Atong. “Gak usah caper ke guru-guru Lo! Emang buat apa bikin karya-karya begituan, gak ada gunanya!” tambah Fajar. Atong hanya terdiam sambil menutupi kepalanya yang telah di hantam oleh Fajar. Aku jadi kesal sendiri melihatnya. Akhirnya, aku sendiri yang turun tangan menghadapi Fajar. “Stop!! Gak usah rame-rame. Fajar!! Buat apa kamu bully Atong kayak gini?, Mau cari musuh lagi kamu!? Mau jadi sok jagoan!? Hahh!!!” Fajar hanya menatapku dengan tatapan tajam. “Awas ya kalian berdua, Nanda! Atong! Tunggu saat kita SMP!!” kata Fajar. Akhirnya ia pergi meninggalkan kami berdua. Sejak saat itu, kami menjadi teman dekat dan saat itu juga Atong berjanji bahwa ia akan melawan siapapun yang mengganggunya. Sekalipun tidak ada aku.
Flashback Selesai
“Iya Nan, dulu itu momen yang sangat berharga, Aku juga telah berjanji saat itu untuk melawan siapapun yang mengganggu” jawabku. “Nah sekarang, kamu harus laksanakan janjimu itu” sahut Nanda. “Tentu saja, terima kasih saran dan cerita-mu Nan” jawabku.
Sepulang sekolah, aku teringat dengan cerita yang disampaikan oleh Nanda tadi, sungguh mengenaskan masa laluku. Lalu saat mengaji, aku melihat sebuah ayat di Al-Qur’an, kalau tidak salah pada Surat Al-A’raaf ayat 199.
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (199)
Yang menjelaskan tentang bagaimana cara kita menyikapi orang-orang yang iri dan mengganggu kita. Ditambah dengan satu kata yang terkenal yaitu
من جد و جد
“Barangsiapa yang bersungguh-sungguh, pasti akan dapat”.
Karena itu aku semakin termotivasi untuk terus bekerja keras dan menghiraukan orang-orang yang tidak senang kepadaku.
Dan sejak saat itu, Atong menjadi murid yang semakin rajin, belajar dan terus belajar, agar dapat kuliah dan membanggakan kedua orang tuanya. Walaupun terkadang ada saja gangguan dari Fajar dan teman-teman lainnya, dia tidak pernah memperhatikannya. Dia selalu fokus di pendidikannya dan selalu menjaga akhlakul Karimah nya. Dan berkat itu, dia sekarang mampu membeli hp, seperti kata ibunya, yang ia gunakan untuk menyebarkan karya-karya karangannya sampai ke dunia luar. Sampai-sampai ia mendapat penghargaan literasi sebagai pencipta puisi dan kisah inspiratif termuda di Indonesia. Berkat ilmu dan kreativitasnya, juga dibantu dengan teknologi HP & Internet, ia dapat menjadi pemuda yang terkenal, menghiraukan julukan “Culun” di masa kecilnya.
Dia pun tak lupa kepada orang tua, keluarga, dan Nanda yang semuanya selalu mendukung dan mendoakan dibalik layar. Berbeda dengan Fajar dan gengnya, yang memanfaatkan Internet untuk hal negatif. Pacaran, tiktokan, melihat konten negatif dan lain sebagainya. Sehingga mereka semua hanya menjadi pengangguran yang tak tahu tujuan hidupnya.
Si Culun yang dulu, sekarang menjadi seorang pemuda yang sangat terkenal, berbeda dengan geng Fajar, pembully-nya. Seru bukan cerita pendek karangan Sani Ahmadin Ilham (IX-A @saniahmadin) Nantikan konten-konten Literasi lainnya hanya di Website Literasi GSMB MTsN 1 Pasuruan.
SALAM LITERASI !