“Hei bangun!”
“HEI BANGUNLAH DASAR PEMALASI!!”
Seru seseorang yang berdiri disamping tempat tidurku. suaranya benar-benar membuat telingaku sakit. Tapi entah mengapa aku merasa rindu dengan suara ini.
“Siapa dia?…. Suaranya seperti tidak asing ditelingaku”
*Perlahan membuka mata*
“Apa!! Bukankah dia sudah…. Tunggu… Apa yang baru saja kukatakan? Dia kan rekanku.” *Bergumam*
“Hei 028, cepatlah bersiap bila kau sudah selesai dengan halunasimu!, Atau kau akan kelaparan sampai esok”
Ah, aku ingat sekarang. Saat ini aku berada di tempat minim rasa kemanusiaan. Dimana hanya ada aturan yang kuatlah yang menang, dan yang kuat akan memangsa yang lemah.
Dan dengan adanya aturan itu, membuat setiap kelompok di tempat ini tak henti hentinya bertukar tembakan. Dan aku, adalah salah satu anggota kelompok tersebut. Entah bagaimana aku bisa berada disini, aku merasa ingatanku seperti sengaja dihapus.
“SIAP PAK!!”
Suara serempak dengan wajah yang penuh semangat tinggi. Tapi itu hanyalah tampilan luarnya saja, itu hanya cara kami untuk tetap optimis pada situasi dimana kami bisa mati kapanpun.
Karena baru saja kami mendapat pengumuman bahwa lusa tim kami akan ikut melakukan penyergapan secara berkala membantu para anggota senior.
Tak biasanya kami ditugaskan di barisan depan begini karena sebelumnya kami hanya ditugaskan untuk membersihkan musuh yang tersisa.
Malam ini semua merasa tegang, berpikir apakah masih bisa kembali dengan selamat setelah misi penyergapan itu dilakukan.
“Haah bagaimana ini?”
“Kali ini, sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah biasanya kita hanya ditugaskan untuk melakukan pembersihan saja?”
“Ya, bahkan kita tidak pernah ditugaskan untuk melakukan penyergapan sekali pun sebelumnya.”
“Kudengar, tim yang tiba-tiba mendapat tugas berat tandanya akan segera menjadi tim senior?”
“Itu hanyalah rumor lama, jangan mudah percaya dengan hal-hal seperti itu “
Begitulah waktu demi waktu yang kami lalui sebelum misi penyergapan itu dilakukan.
Pada akhirnya hari itupun tiba.
“Bagi yang merasa dirinya lebih cepat dari yang lain, maka ikuti aku!, cukup lima orang saja dengan satu orang ahli mengintai!”
“Lima orang yang lain tetap disini dan tunggu aba-aba dariku. Sedangkan sisanya tetap berjaga di setiap sisi tempat ini, untuk berjaga-jaga bila ada bantuan musuh tiba dan bila ada yang melarikan diri!”
“Ingat!, hanya bunyikan sinyal setelah misi sudah selesai, MENGERTI!! BAIK!!”
Awalnya, tak henti-hentinya kami merasa gelisah. Namun, dengan adanya para anggota senior yang dengan cepat mengatur posisi kami, membuat kegelisahan di hati kami perlahan memudar.
Tak disangka, penyergapan ini berjalan begitu lancar sesuai dengan rencana. Kali ini, kemenangan sudah terlihat didepan mata.
Namun karena kecerobohan seseorang membuat kami kembali tersadar, bahwa misi kali ini tak bisa dibandingkan dengan misi yang kami lakukan sebelumnya.
“PSIIIIIU!!”
Terdengar sinyal tanda misi telah selesai, padahal pada saat itu misi penyergapan masihlah berjalan. Berbunyinya sinyal tersebut membuat para anggota musuh menyadari keberadaan kami.
Dengan sigap para senior memberi perintah untuk berlari menuju terowongan sebelah utara, yang sudah kam persiapkan terlebih dahulu untuk mengata situasi genting seperti ini. Tetapi, musuh dengan cepat dapat mengejar kami.
“DOR!! DOR!! BRAKK!!”
“AAAAH!!”
“TETAP FOKUS!”
“BERSIAP DI POSISI MASING-MASING! TEMBAAK!!
“DOR! DOR! DOR! DRAATATATA!!”
“AARGH!!!”
Selama kami melarikan diri, semakin banyak bala bantuan musuh yang berdatangan membuat kami semua kuwalahan menghadapinya. Disamping itu, satu demi satu anggota kami gugur selama bertahan.
Sekarang yang masih bisa bertahan hanya tinggal setengahnya saja, karena kurangnya pengalaman dan senjata yang kami bawa membuat tim kami semakin sulit mengatasi hal ini. Saat ini kami hanya bisa terus lari sambil bertahan dari musuh yang tak hentinya mengejar.
“HAH… HAH… HAAHH…. APA AKU SUDAH MENCAPAI BATASNYA?…. HAAHH… AKU… SUDAH LELAH”
“HEI!!… SADARLAH!… BELUM WAKTUNYA KAU BERHENTI DISINI, KAU MASIH BISA BERTAHAN!… BERJUANGLAH!!”
Pada saat itu, tubuhku sudah tak kuat lagi, tubuhku seperti bisa hancur kapanpun dia ingin. Disamping itu, perlahan aku mulai kehilangan kesadaran, akibat darah yang tak berhenti mengalir dari luka yang kudapat.
Setelah itu, aku tak ingat apa yang terjadi setelahnya. Tetapi sebelum aku pingsan, sepertinya seseorang meneriakkan sesuatu kepadaku.
*Perlahan membuka mata*
“Aah”, benar-benar rasa nyeri yang luar biasa menyebar di seluruh tubuhku. Tak sampai menyadarkan diri sepenuhnya, aku mendengar seseorang bicara padaku.
“Hei, apa kau sudah sadar?”
“Di mana ini?”
“Kita sekarang berada di gua yang tak jauh dari kamp”
*Berpikir*
“TUNGGU!! BUKANKAH KITA SEDANG DIKEJAR?, LALU MANA YANG LAIN?”
“Tenanglah, kita sekarang sudah aman, aku sudah menghapus jejak kita.”
“Lalu… untuk anggota yang lain…. mereka…. sudah melakukan yang terbaik hingga saat ini.”
*Berkaca-kaca*
Mataku terbelalak Tak percaya dengan hal itu, aku bertanya lagi.
“APA? Apa kau serius?”
“Ya”
Perlahan air mataku keluar dengan derasnya, membiarkan segala emosi yang selama ini terpendam memuntahkan seluruh hasratnya.
Otak ku benar-benar tak tahu bagaimana caraku merespon ini semua. Rasanya terlalu tiba-tiba, dan sulit dipercaya. Meskipun aku tahu ini adalah hal yang wajar terjadi.
Untuk beberapa menit kami termenung sejenak, merenungkan peristiwa yang baru saja menimpa kami.
Tak lama kemudian aku membuka topik untuk menenangkan suasana. Cukup lama kami berbincang satu sama lain, namun pada saat aku berbicara dengannya, entah kenapa aku merasa seperti telah akrab belasan tahun dengannya Padahal tim kama baru saja dibentuk 2 tahun lalu.
Tak berselang lama, terdengar suara sniper yang melengking di tempat yang tak begitu jauh. Dengan dibarengi desiran suara lajunya yang amat cepat menghantam tengkuk rekanku.
“DAR!! PSIIIIIING!! CRAKK!!!”
“AAARGH!!”
Saat itu juga aku bergumam, “sepertinya ini sudah waktunya untukku agar bisa bebas dari neraka ini. Tak peduli apa yang menantiku setelahnya, yang penting aku tidak lagi berada di tempat mengerikan ini.”
Saat itu, aku tersenyum lega sambil menahan air mata yang mengintip dibalik bulu mata bagian bawahku. Mengingat dia adalah rekan terakhirku di dunia ini. Hatiku terasa ingin pecah melihatnya.
“TIDAK MASIH BELUM WAKTUNYA!!”
WAKTUMU MASIH BANYAK, KAU… MASIH HARUS MELAKUKAN SESUATU YANG KAU INGIN CAPAI!”
“INGAT!!”
“TERUS BERJUANGLAH!, DISANA MASIH BANYAK ORANG YANG PEDULI PADAMU, JANGAN KECEWAKAN MEREKA!!”
Kata rekanku disaat-saat terakhirnya.
Seketika itu juga aku teringat sesuatu bahwa ini semua hanya dunia mimpiku. Dan seseorang yang kusebut ‘rekan’ di depanku ini adalah sahabatku yang sudah meninggal dunia lima tahun yang lalu.
“AHH!” Aku yang tidak bisa menahan suaraku yang baru bangun dari tidur itu membuat semua penghuni rumah panik. Tapi, setelah kujelaskan bahwa aku hanya merasa gatal dengan lendir di tenggorokanku, membuat mereka semua tenang dan menyuruhku untuk segera minum air hangat.
Ya, semua cerita tadi bukanlah sesuatu yang nyata terjadi, melainkan hanya mimpi semata.
Mengalami hal seperti ini udah menjadi kegiatan rutinanku. Sudah hampir tiga tahun aku mengalami hal ini, namun tak satupun orang yang tahu tentang hal ini. Bahkan keluarga ku sendiri pun tak mengetahuinya.
Beberapa waktu yang lalu aku mencari tahu apa yang sedang kualami saat ini, dan saat kutemukan, ternyata aku mengalami delusi (psikosis). Yang merupakan suatu gangguan jiwa dengan ciri-ciri orang yang menderita penyakit tersebut mengalami kondisi dimana sulit membedakan mana yang nyata dengan mana yang hanya mampi.
Seperti sebuah penyakit yang umum dimiliki. Tapi bagiku, ini begitu menyakitkan. Mudah lupa akan sesuatu yang baru dikerjakan, dan sulit membedakan ingatan mana yang benar dan salah. Aku bersyukur selama ini masih banyak orang yang peduli padaku, meski hanya bisa dihitung dengan jari. Namun bagiku itu sudah lebih dari cukup.
Tetapi, sebenarnya ini kali pertama aku mengalaminya hingga mengeluarkan air mata di dunia nyata. Aku tidak tahu mengapa, tapi mungkin saja itu karena munculnya sesosok orang yang kurindukan di mimpi tersebut.