Hp Merusak Segalanya

 

(k.cerpen Annisa Salwa Rufaidah 9c ) 

Hp Merusak Segalanya

  Suara ayam berkokok disertai suara kicauan burung di pagi hari ditambah pula dengan udara sejuk bekas hujan kemarin malam membuatku tidak kuasa menahan senyum di bibirku. Aku mengawali pagiku dengan bermain HP, HP, dan Hp. Aku jarang sekali membuka buku, baik itu buku pelajaran ataupun buku hiburan semata. Alasannya ya karena aku malas. HP terasa lebih menarik bagiku, dengan isinya yang beranekaragam dan kejutan yang datang setiap harinya. Orang mana yang tidak ada tertarik?

    Aku pergi berangkat ke sekolah. Hari ini adalah waktu ujian yang sama sekali tidak aku suka, aku harus mengurangi waktu bermain HP dan fokus kepada buku-buku pelajaran yang mulai berdebu.

“Rim!” sapaku kepada teman sekelasku

Dia hanya menatapku dengan satu alisnya yang terangkat

“Apa kamu sudah belajar untuk ujian hari ini?”

“Tentu, aku jelas menginginkan nilai bagus, lagipula ini adalah ujian akhir semester, bagaimana denganmu?”

“Eh….aku…aku…” jawabku sedikit terbata-bata sedangkan dia hanya menatapku seolah-olah sudah tahu jawabannya.

“Aku hanya belajar sedikit, kamu tahu sendiri kan aku itu malas kalau soal buku.”

Ku dengar helaan nafas panjang yang ku tahu darimana itu berasal.

“Lagi lagi kamu selalu begini! Apa kamu tidak tahu kalau nilai itu penting untuk masa depanmu? Kamu selalu saja sibuk dengan setan gepeng itu! Dia bukan segalanya tapi dia bisa merusak segalanya, kamu contoh salah satu korbannya. Kamu selalu memainkannya tak henti-henti sampai waktu belajar pun kamu isi dengan kegiatan tidak bergunamu itu, ingatlah kalau kamu seorang pelajar, kewajibanmu adalah belajar, setidaknya untuk waktu ujian saja, berhentilah memainkannya dan fokuslah kepada bukumu! Apa kamu bisa mengerti apa yang aku katakan? Aku bersikap seperti ini karena peduli denganmu sebagai seorang teman..” ucapnya dengan mimik wajah sedih yang membuatku bertambah kesal melihatnya. Aku memilih untuk keluar dari kelas dan menikmati tetesan embun di pagi hari.

     Di saat waktu ujian banyak sekali soal yang tidak ku ketahui jawabannya sehingga aku memilih untuk menggunakan jawaban asal. Dan benar saja nilaiku turun drastis. Aku yang melihatnya tak kuasa menahan sesak di dada, cairan bening turun tanpa perintah. Di saat seperti ini perkataan Rima tiba-tiba terlintas di ingatanku. Aku menyalahkan diriku berkali-kali saat kata-kata itu masih terngiang-ngiang di pikiranku. Beribu banyak kata maaf ku ucapkan tapi semuanya sudah tidak berguna lagi. Aku mencoba untuk kembali semangat seperti semula tapi ternyata itu lebih sulit dari yang kuduga.

    Kata-kata itu terus menghantuiku, menghantui setiap hal yang kulakukan. Tapi perkataan dari saudara kandungku benar-benar lebih tidak terduga.

“Kenapa nilai lu bisa turun begitu hah?! Ngapain aja lu? Gw udh susah-susah ngebiayain sekolah lu biar lu nanti gk kyk gw, tapi malah ini rasa Terima kasih lu ke gw? Gw udah susah ngebiayain diri sendiri semenjak ibu dan bapak wafat, apalagi ngebiayain sekolah lu, minimal lu kerja bantu gw cari uang sambil sekolah bukannya malah happy happy di luar sana, cih jangan jadi sampah di rumah gw, gw gk sudi ngelihat sampah disini!”

“Memangnya kakak tahu apa yang aku rasakan? Aku tahu aku salah karena nilaiku turun, tapi kakak tidak perlu sampai semarah ini, aku sudah berusaha tapi jika takdir nilaiku seperti itu maka akan tetap seperti itu, aku juga mengaku salah karena terus menerus bermain HP sampai lupa waktu, aku minta maaf untuk segalanya, tapi pedulilah pada perasaanku, aku sudah tidak kuat menahan sakit di dada setiap kali ada yang mengungkit nilaiku, tapi kakak malah bersikap seperti ini!” ucapku dengan tangisan yang mulai semakin deras, aku tahu ini bisa meluluhkan kakakku, meskipun dia keras dia memiliki hati yang lembut. Tapi aku salah, dia bukannya menatapku dengan tatapan penuh kasih sayang seperti dulu, malah menatapku dengan tatapan benci yang tidak bisa di jelaskan..

“Apa kata lu? Peduli ama perasaan lu? Emang lu selama ini peduli pada gw? Gk kan? Lu selalu happy happy ama temen lu, gk pernah sekalipun peduliin gw sebagai kakak lu. Kerjaan lu hanya habisin duit gw jadi punya hak apa lu ngomong kek gitu ke gw hah?! Dulu gw selalu peduli ama lu, tiap kali lu nangis gw pasti kelabakan gk tahu harus berbuat gimana supaya lu gk nangis lagi, tapi mulai hari ini gw udah muak ama tangisan lu, lu itu kek benalu di hidup gw dan kenapa gw baru sadar itu, sampah kek lu gk pantes ada di sini, mati aja sana! Buat gw bahagia dikit jadi orang yang udah pernah ada dalam hidup lu.” Jawab kakakku dengan sedikit air mata mengenang di matanya dan berniat untuk pergi

“Mati? Sama seperti orang tua kita? Kamu ingin aku seperti mereka? Mati begitu saja?” tanyaku dengan air mata yang mulai turun dan senyum yang entah kenapa muncul di bibirku. Dia berbalik dan menatapku. Mata bertemu mata

“Ya…mungkin saja, lagipula anda yang sudah membunuh mereka, anda pula yang membuat kehidupan saya jadi seperti ini.” dengan begitu dia pergi keluar dari rumah meninggalkan diriku yang tak kuasa mengendalikan emosi. Keluargaku hancur berantakan tapi aku tentu tak ingin mati, aku akan mencoba mencari semangat meski ku tahu itu sulit, aku akan membuka bukuku kembali, buku apapun itu, aku akan membacanya, aku akan membuka lembaran baru dalam hidupku, dimana aku akan hidup berbeda, dimana semuanya akan terasa damai.

    Tuhan.. Tolong bimbing aku menuju jalan yang benar, hanya kepadaku aku menyembah dan hanya kepadamu pula aku pasrah.

Nyalanesia bekerja sama dengan ribuan guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk bersama-sama membangun jembatan literasi agar setiap anak punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi.

Pendidikan adalah alat untuk melawan kemiskinan dan penindasan. Ia juga jembatan lapang untuk menuju rahmat Tuhan dan kebahagiaan.

Mendidik adalah memimpin,
berkarya adalah bernyawa.

Nyalanesia bekerja sama dengan ribuan guru dan kepala sekolah di seluruh Indonesia untuk bersama-sama membangun jembatan literasi agar setiap anak punya kesempatan untuk mewujudkan mimpi.

Pendidikan adalah alat untuk melawan kemiskinan dan penindasan. Ia juga jembatan lapang untuk menuju rahmat Tuhan dan kebahagiaan.

Mendidik adalah memimpin,
berkarya adalah bernyawa.

Artikel Terkait

Program Literasi Sekolah

Membaca Nadhom asmaul husnah sebelum KBM Madrasatul Quran 30 menit sebelum KBM Menulis buku untuk guru dan siswa Perpustakaan keliling, Perpustakaan digital Membuat mading madrasah Membuat majalah madrasah Membuat pojok baca Perpustakaan di kelas Mengikuti program Gerakan Sekolah Menulis Buku (GSMB) 2022

Baca selengkapnya...

Prestasi Literasi Sekolah

1. Menerbitkan buku karya siswa 2. Menerbitkan buku karya guru 3. Menerbitkan majalah madrasah 4. Juara lomba membaca Puisi 5. JUARA 1 LOMBA VIDEO PROFIL MADRASAH Tk. MTs. Se kabupaten6. JUARA FAVORIT LOMBA VIDEO PROFIL MADRASAH Se kabupaten

Baca selengkapnya...